CONTOH Makalah PKN (KERANGKA DASAR KEHIDUPAN NASIONAL NEGARA INDONESIA)

KERANGKA DASAR
KEHIDUPAN NASIONAL NEGARA INDONESIA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu:
Minanurrohman M.Pd.


Oleh :
. Ahmad Syauqi Rahman







STAI MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG
Jl. Cengger Ayam No.25 Malang 65141 Telp. (0341) 495375

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FEBRUARI 2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia sejak tanggal 28 Oktober 1928, ketika teks Sumpah Pemuda dibacakan, mereka mengakui bahwa sumpah tersebut di saksikan oleh sang pencipta, yang akhirnya menimbulkan rasa kemanusiaan yang tinggi baik dengan bangsa sendiri ataupun dengan bangsa lain. Hal itu kemudian timbulah segala tindakan yang selalu berdasarkan pertimbangan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, hal itu menumbuhkan rasa cinta damai dan persatuan yang kokoh. Di dalam kerangka dasar NKRI terdapat keterkaitan  antara filsafah pancasila, UUD 1945, hubungan antara UUD 1945 dengan pancasila, amandemen UUD 1945, serta undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif, yang mana semua kerangka dasar negara tersebut dijadikan oleh negara sebagai seperangkat sarana yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan kehidupan nasional Indonesia.
Semuanya itu akan dibahas di dalam makalah ini, yang dapat memberikan wawasan bagi warga negara Indonesia agar dapat mengamalkan nilai-nilai yang ada di semua kerangka dasar nasional, sehingga memiliki rasa tanggung jawab dan kebijaksanaan di dalam mewujudkan cita-cita yang dimusyawarahkan dan dimufakati oleh seluruh bangsa Indonesia melalui perwakilan rakyat Indonesia.

B.     Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari uraian diatas, tim penulis mencoba membatasi ruang lingkup penulisan makalah ini dengan hanya membahas tentang beberapa hal sebagai berikut :
1.      Apa saja kerangka dasar NKRI ?
2.      Bagaimana penerapan kerangka dasar NKRI di Indonesia ?
3.      Apa saja permasalahan yang sering muncul di dalam penerapan kerangka dasar NKRI di Indonesia ?

C.    Tujuan Penulisan
Setelah tim penulis merumuskan masalah, akhirnya penulis dapat menentukan tujuan sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui kerangka dasar NKRI
2.      Untuk mengetahui cara penerapan kerangka dasar NKRI di Indonesia
3.      Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang sering muncul di dalam penerapan kerangka dasar NKRI di Indonesia

D.    Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan teknis deskriptif analitis, dengan menelusuri buku-buku dan artikel-artikel yang membahas tentang materi yang akan disampaikan oleh tim penulis. Makalah ini disusun dengan merujuk kepada beberapa sumber buku, artikel dan hasil dari pengembangan tim penulis dalam memahami bacaan tersebut.

E.     Sistematika Penulisan
Bab I        Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, pembatasan dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
      Bab II      Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang kerangka dasar NKRI, cara-cara penerapan kerangka dasar NKRI di Indonesia, serta permasalahan yang sering muncul di dalam penerapan kerangka dasar NKRI di Indonesia.
      Bab III     Penutup
Merupakan bab yang menerangkan kesimpulan, tim penulis mencoba menjawab secara umum hal-hal yang dipertanyakan dalam penulisan masalah dan menyimpulkan permasalahan tersebut serta mengemukakan saran-saran yang dianggap perlu.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kerangka Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dalam rangka pelaksanaan kehidupan nasional Indonesia telah memiliki seperangkat sarana yang digunakan sebagai acuan yaitu pancasila sebagai falsafah, ideologi dan dasar negara, UUD 1945 sebagai hukum dasar, wawasan nusantara sebagai wawasan nasional, ketahanan nasional sebagai konsepsi yang merupakan prasyarat untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional[1].
Ibarat sebuah bangunan, maka pancasila dan UUD 1945 memiliki peran sebagai pondasi dari bangunan tersebut, maka apabila pondasi ini tidak kuat maka bangunan ini akan hancur. Sama halnya dengan negara Indonesia, apabila kerangka dasar yang merupan pondasi dari negara ini tidak kuat dan kokoh, maka negara Indonesia hanya tinggal menunggu kehancurannya saja. Adapun kerangka-kerangka dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara lain ; Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Amandemen UUD 1945, dsb.

  1. Pancasila
a.       Pengertian :
Pengertian Pancasila ialah sebagai dasar negara seperti dimaksud dalam bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV(4) yang secara jelas menyatakan, sebagai berikut :
Kemudian dari pada itu untuk dapat membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang suatu Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil serta beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta untuk mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Pancasila sebagai dasar negara, dengan artian Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk dapat mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.[2]
b.      Fungsi :
Dalam kedudukannya sebagai dasar negara itu maka Pancasila berfungsi sebagai
sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Negara Indonesia[3]. Dengan demikian Pancasila ialah :
·            Asas kerohanian tertib hukum Indonesia;
·            Suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD.
·            Cita-cita hukum bagi hukum dasar negara;
·            Pandangan hidup bangsa Indonesia.
·            Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
c.       Makna Dari Pancasila
·         Nilai-nilai pada pancasila dasarnya ialah nilai filsafat yang sifatnya mendasar
·         Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi dasar atau menjadi pedoman bagi penyeleggaraan bernegara.
·         Nilai dasar pancasila bersifar abstrak , normatif serta nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelaggaraan bernegara.

  1. Undang-undang dasar 1945
Sebelum dilakukan amendemen, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.[4]
Dalam Sejarahnya, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta, yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Mohammad Yamin, KH. Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, H. Agus Salim, Mr. Alexander Andries Maramis, yang mana Piagam Jakarta tersebut akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-[5]pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

  1. Hubungan antara pembukaan UUD 1945 dengan pancasila
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar Negara (Suhadi, 1998)[6]. Cita-cita hukum tersebut terangkum didalam empat pokok pikiran yang terkandung dalam Undang Undang Dasar 1945 yang sama hakikatnya dengan pancasila, yaitu :
·         Negara Persatuan “Melindungi segenap bangsa Indonesia  dan seluruh tumpah darah Indonesia“.
·         Keadilan sosial “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia“.
·         Kedaulaatan Rakyat “Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan /perwakilan”.
·         Ketuhanan dan kemanusiaan “Negara berdasarkan atas ketuhanan yang menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.

a.       Hubungan secara formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memporeleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.

b.      Hubungan secara material
Hubungan pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat formal, sebagaimana di jelaskan di atas juga hubungan secara material.

  1. Amandemen UUD 1945
Amandemen adalah proses perubahan terhadap ketentuan dalam sebuah peraturan. Berupa penambahan maupun pengurangan/penghilangan ketentuan tertentu. Amandemen hanya merubah sebagian ( kecil ) dari peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Sedangkan penggantian peraturan terhadap ketentuan dalam UUD 1945. Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali. Keempat tahap amandemen tersebut adalah sebagai berikut:

·      Amandemen pertama: dalam sidang umum MPR oktober 1999
·      Amandemen kedua: dalam sidang tahunan MPR tahun 2000
·      Amandemen ketiga: dalam sidang tahunan MPR oktober 2001
·      Amandemen keempat: dalam sidang tahunan MPR Agustus 2002

  1. Lembaga pembuat perundang-undangan
Lembaga pembuat perundang-undangan antara lain ; MPR, Presiden, dan DPR. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan suatu hal bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Landasan konstitusional atau landasan segala ketentuan hokum dan tatanan negara serta hukum dasar tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945 dengan ketentuan-ketentuan bahwa perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan perundangan yang lebih tinggi[7].
Adapun lembaga pemerintahan penyusun perundang-undangan antara lain ; Pemerintah, Menteri, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Direktorat Jendral Departemen, dan Pemerintah Daerah.

B.     Penerapan Kerangka Dasar NKRI di Indonesia
1.      Hukum
Dalam UUD 1945 telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan. Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum ditandai dengan beberapa unsur pokok seperti adanya prinsip-prinsip supremasi hukum dan konstitusi, adanya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam UUD 1945, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
Titik Mulyadi menjelaskan bahwa pemerintahan berdasarkan hukum merupakan pemerintahan yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan tidak berorientasi kepada kekuasaan. Dalam negara yang berdasarkan hukum, hukum tidak ditempatkan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahannya akan tetapi dianut sebagai “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi.[8]
Secara tetoritis konsep negara hukum yang dianut Indonesia merupakan konsep negara dalam arti materiil atau lazim dipergunakan terminologi Negara Kesejahteraan atau “Negara Kemakmuran”. Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai negara Indonesia adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun materiil berdasarkan Pancasila, sehingga disebut juga negara hukum yang memiliki karakteristik mandiri. Konkritnya, kemandirian tersebut dikaji dari persepektif penerapan konsep dan pola negara hukum pada umumnya, sesuai kondisi bangsa Indonesia dengan tolak ukur berupa Pancasila. Oleh karena itu, negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila.[9] Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, negara hukum Indonesia bisa juga dinamakan negara hukum Pancasila.[10]

a.       Pancasila dan pembangunan naisonal
Sebagai negara yang tengah berkembang dalam usaha modernisasi dalam berbagai bidang kehidupan, hukum harus menampakkan perannya. Menurut Prof. Muchtar Kusumaatmadja hukum harus mampu tampil kedepan dalam memberikan arah pembangunan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau bahakan diperlukan.
Selain sebagai pengendali sosial hukum juga berfungsi melakukan upaya-upaya untuk menggerakkan masyarakat agar berperilaku sesuai dengan keadaan masyarakat yang dicita-citakan.

b.         Demokrasi pancasila
Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi pancasila ialah paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya tercantum dalam pembukaan dan UUD 1945.
Dasar dari demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat, seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Pelasanaan dasar ini terdapat dalam Pasal 1 Ayat (2), UUD 1945 yang berbunyi, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Adapun asas demokrasi Pancasila terdapat dalam sila keempat Pancasila yant berbunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
Dalam demokrasi Pancasila rakyat adalah subjek demokrasi, artinya rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut secara efektif menentukan kenginan-keinginan dengan turut serta dalam menentukan garis-garis besar haluan negara dan menentukan pimpinan nasional yang akan menjalankan garis-garis besar haluan tersebut.[11]

c.       Hak-hak asasi manusia dalam pancasila
Hak-ak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban sebagai warga negara pelaksanaanya diatur dalam pembukaan UUD 1945 dan dalam pasal-pasal dari batang tubuh UUD 1945.
Dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945 dinyatakan tentang hak kemerdekaan dimiliki oleh segala bangsa di dunia; oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
Pasal 27, Ayat (1), UUD 1945 menetapkan bahwa negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya. Adapun ayat (2) pada pasal ini juga menetapkan bahwa tiap-tiap waga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Selanjutnya dalam Pasal (28), UUD 1945 diatur tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan undang-undang. Jaminan tentang kemerdekaan memeluk agama ditentukan dalam Pasal 29,UUD 1945 Ayat (2) yang berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu”.
Hak-hak dalam pembelaan negara diatur dalam Pasal 30, UUD 1945 Ayat (1) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Yang dimaksud “pembelaan negara” di sisni dengan istilah sekarang adalah pertahanan dan keamanan nasional.[12]

2.      Administrasi Negara
Administrasi negara Indonesia khususnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 merupakan piranti dalam rangka pencapaian cita-cita dan tujuan nasional. Oleh karena itu, landasan bagi penyelenggaraan administrasi Negara Indonesia antara lain Pancasila sebagai landasan idiil, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasional.

a.       Landasan idiil : Pancasila
Landasan idiil bagi penyelenggara adminditrasi Negara Indonesia adalah identik dengan landasan idiil negara kesatuan republik Indonesia yaitu Pancasila, sebagaimana dirumusakan dalam pembukaan UUD 1945 republik Indonesia alinea IV.
Pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara republik Indonesia. Sumber dari segala sumber dan pandangan hidup, kesadaran dari cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan memiliki watak cinta bangsa dan negara yang bersangkutan. Karena itu Pancasila merupakan dasar negara yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Sesuai dengan undang-undang no.5 Tahun 1985, Pancasila merupakan satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, sistem administrasi negara yang dikembangkan di Indonesia harus merupakan penjabaran dan pengamalan dari kelima sila Pancasila secara bulat dan utuh, dan diselenggarakandalam rangka pelaksanaan sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945.

b.      Landasasn konstitusional : Undang-Undang Dasar 1945
Landasan konstitusioanal bagi penyelenggara administrasi negara adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan perwujudan dari tujuan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang terdiri dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasan.
Pembukaan UUD juga merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia dan sumber cita-cita hukum dan cita-cita moral yang ingin ditegaskan oleh bangsa Indonesia serta sekaligus merupakan dasar dan sumber hukum dari batang tubuhnya.
Batang tubuh UUD 1945 yang terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan yang antara lain menetapkan bentuk dan kedaulatan, kekuasaan pemerintahan negara, kedudukan dan fungsi lembaga tertingi negara serta pemerintahan daerah, merupakan dasar bagi penyalenggara dan pengembangan sistem administrasi negara repubik Indonesia, batang tubuh tersebut antara lain:
·         Pasal 1 sampai 5 mengatur tentang sistem pemerintahan Negara
·         Pasal 26 sampai 37 mengatur tentang hubungan antar warga Negara dengan negara, agama, pertahanan negara, kesejahteraan sosial, dan lain-lain.
·         4 pasal aturan peralihan dan 2 aturan ayat tambahan tentang badan negara dan peraturan yang diadakan.

c.       Landasan operasional : Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Landasan operasional sistem administrasi negara adalah garis-garis besar haluan negara yang merupakan :
·         Haluan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat yang dahulunya ditetapkan MPR.
·         Pola umum pembangunan nasional, yaitu rangkaian program-program pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu yang berlangsung terus menerus. Rangkain program pembangunan yang berlangsung terus menerus tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti yang dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945.[13]

C.    Permasalah-permasalahan Yang Muncul di Dalam Penerapan Kerangka Dasar NKRI di Indonesia
Didalam penerapan kerangka dasar NKRI di Indonesia, banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan yang cukup mengkhawatirkan bagi kestabilan hukum serta keresahan bagi masyarakat Indonesia di dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara[14]. Dimana permasalahan tersebut muncul dari berbagai faktor, seperti kurang tertata dan kurang keserasiannya peraturan yang sudah ada dengan peraturan yang sudah di revisi sehingga timbul tumpang tindih beberapa undang-undang tertentu, serta faktor ketidak tegasannya para aparatur negara didalam mengawasi serta mengawal jalannya peraturan yang sudah ada, sehingga muncul ketidak berlakuan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana yang seharusnya.

  1. Undang-undang yang tidak berlaku dengan semestinya
Hukum di Indonesia secara umum dan khusus haruslah bisa dirasakan dan ditetapkan dengan semestinya kepada semua lapisan masyarakat, baik itu orang-orang miskin maupun orang-orang kaya. Sebab hukum dan perundang-undangan menjadi landasan dalam mengatur suatu daerah tertentu yang mana hukum dan perundang-undangan tersebut diberlakukan.
Sebagai contoh dari ketidakberlakuannya hukum dan perundang-undangan dengan semestinya, penulis mengutip dari artikel yang diposting oleh Ramadan Luqman[15], didalam postingannya ia mengatakan bahwa di Aceh Singkil, masyarakatnya merasakan bahwa hukum dan perundangan-undangan di Indonesia secara umum dan khusus hanya berlaku untuk orang-orang yang lemah dan miskin saja, sebaliknya untuk orang-orang kaya dan para pejabat daerah serta pejabat desa, maka hukum dan undang-undang tersebut menjadi tumpul dan tidak berlaku dengan semestinya.
Pemerintahan Aceh Singkil saat ini yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, banyak temuan masyarakat akan kesenjangan hukum yang terjadi didalam menjalankan roda pemerintahan, yang memperihatinkan lagi banyak perangkat desa yang menjalankan roda pemerintahan tidak mengerti hukum, bahkan lebih parah lagi menurut fakta temuan masyarakat, banyak perangkat desa yang buta aksara/buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis, tetapi mereka tetap diangkat menjadi perangkat desa, sebab mereka masih memiliki hubungan kekeluargaan atau tim sukses dari kades tersebut. Padahal masih banyak putra daerah setempat yang mempunyai pendidikan yang layak untuk dijadikan perangakat desa. Aturan hukum dan undang-undang yang diterapkan tidak berfungsi, bahkan mereka kebal hukum dan undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah, padahal hukum dan undang-undang semestinya menjadi landasan suatu daerah mengatur daerahnya.
Harapan masyarakat Aceh Sangkil dalam menjalankan roda pemerintahan di desanya seharusnya dapat diperhatikan secara khusus oleh Pemda Aceh Sangkil secara betul-betul, mengikuti peraturan dan undang-undang sesuai dengan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa dalam pasal 50 disebutkan bahwa; perangkat desa harus memenuhi persyaratan berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau sederajat. Berusia 20 tahun sampai dengan 42 tahun[16].
Jika permasalahan ini berlangsung terus-menerus, maka akan semakin menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan sosial pada masyarakat umum, khususnya masyarakat yang sudah berpendidikan. Begitu juga dengan undang-undang dan hukum yang berlaku lainnya, apabila tidak diberlakukan dengan semestinya maka akan banyak menimbulkan konflik serta kesenjangan dan kecemburuan sosial antar lapisan masyarakat.

  1. Terjadinya Tumpang Tindih Beberapa Undang-undang Tertentu
Sistem hukum di Indonesia saat ini tengah dalam sorotan berbagai pihak, mulai dari media baik itu cetak maupun elektronik dan masyarakat Indonesia itu sendiri yang berada di dalam negeri maupun luar negeri yang banyak menuntut akan adanya keadilan, maka dari itu perlu bagi pemerintah yang memiliki wewenang dalam perumusan dan pengesahan undang-undang, dalam hal ini adalah para wakil rakyat untuk segera melakukan tinjauan ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku maupun yang akan diberlakukan.
Ada beberapa alasan mengapa Indonesia perlu segera melakukan tinjauan ulang tersebut[17], antara lain ;
·         Alasan pertama, untuk mengetahui mana di antara peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, yang ternyata lebih banyak merugikan daripada memberikan manfaat kepada masyarakat. Timbulnya kerugian yang diakibatkan oleh peraturan perundang-undangan tertentu, bukan saja berupa kerugian finansial (seperti harus mengeluarkan biaya tinggi untuk pelaksanaannya), tetapi juga berupa kerugian non-finansial (seperti misalnya menimbulkan ketimpangan sosial dan ketidakadilan). Dengan kata lain, perundang-­undangan tersebut tidak efisien.
·         Alasan kedua, untuk mengetahui mana di antara berbagai peraturan perundang-undangan tersebut yang bukan saja tidak efisien, tetapi juga tidak efektif. Artinya, operasionalisasi dari perundang-undangan tersebut di lapangan apakah mengalami penyimpangan dari maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari perundang-­undangan tersebut atau berjalan tidak dengan semestinya, dan bahkan, pelaksanaannya menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat atau tidak.
·         Alasan ketiga, bahwa berbagai peraturan perundang-undangan tersebut tidak transparan, yaitu tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui hasil kerja dari instansi-instansi yang terkait.
·         Alasan keempat, dalam peraturan perundang-undangan sering tidak ditentukan dengan jelas akuntabilitas atau kejelasan fungsi pelaksanaan dari instansi-instansi terkait. Artinya, tidak jelas kepada siapa instansi-instansi terkait itu harus bertanggung jawab. Atau tidak secara spesifik bagaimana mekanisme pertanggungjawaban itu dilakukan, dan apa sanksinya apabila isntansi-instansi tersebut tidak melaksanakan tugasnya dengan baik atau apabila melakukan pelanggaran-pelanggaran perdata dan pidana.
·         Alasan kelima, karena sering terjadi perbedaan antara batang tubuh suatu peraturan perundang-undangan dengan penjelasannya. Seringkali Penjelasan bukan sekadar memuat penjelasan saja, tetapi memuat pula norma-norma. Seharusnya, norma-norma hanya dimuat di dalam batang tubuh saja atau dengan kata lain, tidak boleh di dalam Penjelasan dimuat norma-norma. Celakanya, bukan saja di dalam penjelasan sering dimuat norma-norma, tetapi sering pula norma­-norma yang dimuat didalam penjelasan itu justru bertentangan dengan norma-­norma didalam batang tubuhnya. Apabila terjadi hal yang demikian itu, maka akan timbul masalah interpretasi, yaitu mengenai ketentuan mana yang berlaku. Apakah ketentuan dalam batang tubuhnya yang akan diberlakukan, ataukah ketentuan di dalam penjelasannya. Sudah barang tentu masalah interpretasi ini membuka peluang bagi tidak terjaminnya kepastian hukum. Selain itu, sering pula di dalam penjelasan terdapat petunjuk-petunjuk yang bersifat membatasi arti atau membatasi daya kerja dari pasal-pasal batang tubuh yang dijelaskannya.
·         Alasan keenam, karena banyak di antara peraturan perundang-undangan yang ada telah dirumuskan sedemikian rupa, sehingga dapat ditafsirkan ganda. Hal itu disebabkan karena rumusan pasal-pasal peraturan perundang­-undangan tersebut memiliki banyak arti (ambiguous). Keadaan ini telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat Pasal-pasal yang bercumbuh arti itu dapat memberikan peluang untuk terjadinya praktek-praktek KKN oleh para penegak hukum, terutama bila masalahnya harus diselesaikan melalui pengadilan, alasan yang kelima inilah yang juga merupakan salah satu faktor timbulnya tumpang tindih beberapa undang-undang tertentu di Indonesia.
Banyaknya Peraturan Pemerintah yang bertentangan dengan undang-undang yang dilaksanakannya akan membuat situasi dapat menjadi tidak kondusif, beberapa contoh peraturan perundang-undangan di Indonesia yang saling bertentangan, antara lain ;
·         Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2000 tanggal 5 April 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian dilakukan uji materiil (judicial review) oleh Mahkamah Agung. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 03 P/HUM/2000 tanggal 23 Maret 2001, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2000 tersebut telah dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku untuk umum karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
·         Terdapat pula kejadian bahwa suatu undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Contohnya adalah ketentuan-ketentuan yang menyangkut penetapan jenis pajak dan besarnya pajak. Sekalipun menurut Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 ditentukan bahwa "Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang", tetapi penetapan-penetapan mengenai besarnya pajak ternyata hanya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah saja. Adalah benar bahwa di dalam Undang-undang Pajak telah ditetapkan bahwa untuk menetapkan besarnya pajak atau untuk mengeluarkan peraturan-peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Pajak, cukup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah saja. Dengan demikian, kewenangan menetapkan pajak Negara, yang semula menurut UUD 1945 harus ditetapkan dengan Undang-undang atau dengan kata lain diperlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, telah dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah. Maka dapat disimpulkan bahwa pelimpahan wewenang oleh Undang-undang Pajak kepada Pemerintah untuk dapat menetapkan jenis dan besarnya pajak dengan Peraturan Pemerintan telah bertentangan dengan tujuan yang dicantumkannya secara tegas di dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 tersebut.
·         Tidak jarang pula terjadi bahwa suatu Keputusan Presiden atau Surat Keputusan Menteri bertentangan dengan undang-undang. Bahkan, bertentangan dengan UUD 1945, sekalipun asas hukum menentukan bahwa apabila suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundang­undangan yang lebih tinggi, maka peraturan perundang-undangan yang lebih rendah menjadi batal demi hukum atau tidak berlaku. Namun, ternyata tidak demikian dalam pelaksanaannya. Justru yang diperhatikan dan dilaksanakan adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, dibandingkan untuk melaksanakan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga peraturan yang ada tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan.
Dari contoh-contoh undang-undang yang bertentangan diatas, sudah barang tentu akan membingungkan masyarakat, dan hal yang seperti ini juga sangat tidak memberikan kepastian hukum, dan apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada tinjauan ulang oleh pemerintah Indonesia, maka tidak menjadi mustahil kehancuran peraturan perundang-undangan serta penegakan hukum di Indonesia berada pada amabng pintu kehancuran.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setelah dicermati dan diketahui, akhirnya kami menemukan beberapa hal penting yang dapat dijadikan sebagai suatu kesimpulan dalam isi makalah ini, antara lain ;
1.      Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki seperangkat sarana yang digunakan sebagai acuan dalam rangka pelaksanaan kehidupan nasional, yaitu pancasila sebagai falsafah, ideologi dan dasar negara, UUD 1945 sebagai hukum dasar, wawasan nusantara sebagai wawasan nasional, ketahanan nasional sebagai konsepsi yang merupakan prasyarat untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
2.       Penerapan kerangka dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia meliputi penegakan hukum di Indonesia, administrasi negara, serta menejemen negara, yang penerapannya itu berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3.    Permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam pelaksanaan kerangka dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia muncul dari berbagai faktor, seperti kurang tertata dan kurang keserasiannya peraturan yang sudah ada dengan peraturan yang sudah di revisi sehingga timbul tumpang tindih beberapa undang-undang tertentu, serta faktor ketidak tegasannya para aparatur negara didalam mengawasi serta mengawal jalannya peraturan yang sudah ada, sehingga muncul ketidak berlakuan perundang-undangan di Indonesia dengan semestinya.




DAFTAR PUSTAKA



[8] Lilik Mulyadi. Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. 2003. Bandung : Alumni. Hlm. 103
[9] Ibid, hlm 33-34
[10] Iriryanto A. Baso Ence. Negara Hukum & Hak Uji Konstitusionaitas Mahkamah Konstitusi : Telaah Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi. 2008. Bandung : Alumni. Hlm. 34. Dikutip dari Ba02)chtiar, “Dunia-Hukum”, http://bachtiar-bachtiarfadhil.blogspot.co.id/
[11] Darji Darmodiharjo dkk. Santiaji Pancasila. 1991. Surabaya : Usaha Nasional. Hlm 81-82
[12]Ibid, hlm 80-81
[14] Mudakir Iskandar Syah. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. 2008. Jakarta : CV. Sagung Seto
[16] Redaksi Sinar Grafika. UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap. 2013. Jakarta : Sinar Grafika.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH Makalah Ushul Fiqh (LAFADZ DARI SEGI KETIDAK-JELASANNYA ( Khafi, Musykil, Mujmal, dan Mutasyabih )

CONTOH Makalah Teori Pembelajaran (Behavioristik)

CONTOH Makalah Ulumul Qur'an (TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIR RA’YI)