CONTOH Makalah Teori Pembelajaran (Behavioristik)

Teori Belajar Behavioristik
  



Oleh :
                                                  Ahmad Syauqi Rahman






STAI MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG
Jl. Cengger Ayam No.25 Malang 65141 Telp. (0341) 495375

BA B I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bagi sebagian orang, belajar dianggap sebagai kegiatan untuk mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk materi pelajaran. Bagi yang berasumsi demikian, mereka akan bangga ketika melihat anak-anaknya mampu mengungkapkan kembali secara lisan atau verbal, sebagian besar informasi yang sudah disampaikan oleh guru ataupun yang tersedia dalam buku teks.

Bagi sebagian lainnya, belajar dipandang sebagai pelatihan belaka, seperti pada pelatihan membaca dan menulis. Sehingga jika melihat anak-anak mereka tumbuh dengan memiliki keterampilan tertentu mereka akan puas. Walaupun keterampilan tersebut ada kalanya tidak diiringi dengan arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak pula yang menemukan dan menetapkan berbagai teori belajar dan pembelajaran.

Pendapat yang kemudian berkembang adalah bahwa belajar yaitu sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang, dan berlangsung seumur hidup, sejak dalam kandungan (prenatal) hingga ke liang lahat. Sebagai pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor), maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Dari sekian banyak teori yang berkembang, maka kemudian muncul berbagai teori belajar, diantaranya adalah teori belajar tingkah laku atau behavioristik, teori kognitif, dan teori humanistik.


B.     Pembatasan dan Perumusan Masalah
            Dari uraian diatas, tim penulis mencoba membatasi ruang lingkup penulisan makalah ini dengan hanya membahas tentang beberapa hal sebagai berikut :
1.      Apa definisi dari teori behavioristik ?
2.      Bagaimana pandangan para pakar tentang teori behavioristik ?
3.      Apa kelebihan dan kekurangan dari teori behavioristik ?
4.      Bagaimana pengaplikasian teori behavioristik dalam pembelajaran ?

C.    Tujuan Penulisan
            Setelah penulis merumuskan masalah, akhirnya tim penulis dapat menentukan tujuan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui definisi dari teori behavioristik
2.      Untuk mengetahui berbagai pandangan para pakar tentang teori behavioristik
3.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori behavioristik
4.      Agar bisa mengaplikasikan teori behavioristik dalam pembelajaran
  

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Definisi Teori Behavioristik
Sebelum melangkah lebih jauh pada teori belajar Behavioristik, kita perlu menyamakan persepsi tentang makna teori, belajar, dan behavior atau tingkah laku. Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.

Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain. Pernyataan teori umumnya hanya diterima secara “sementara” dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif (kesimpulan)[1].

Jadi, teori dapat juga disimpulkan sebagai seperangkat prinsip/kaidah/dalil tentang suatu fenomena alam atau sosial yang telah diuji kebenarannya oleh banyak pihak dan dapat digunakan untuk merumuskan serta meramalkan fenomena yang sejenis di tempat dan waktu yang berbeda. Contoh: teori Pythagoras, teori Gravitasi Newton, teori Evolusi Darwin, dan sebagainya[2].

Selanjutnya, definisi belajar. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan dan menghafal sebanyak mungkin informasi. Berikut adalah pendapat beberapa tokoh pendidikan dan psikologi tentang definisi belajar. Ernest R. Hilgard dalam Introduction to Psychology menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan. Sementara Harold Spears mengemukakan definisi belajar dalam pandangannya yang lebih detail. Menurutnya Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. Belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, dan mengikuti arahan[3].

Walaupun belajar selalu berkaitan erat dengan perubahan perilaku, namun tidak bisa dikatakan bahwa semua perubahan merupakan hasil belajar. Misalnya perubahan yang terjadi pada seseorang karena berada di bawah pengaruh obat-obatan, penyakit, ataupun perubahan fisik.

Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental yang tidak tampak. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat kita saksikan dengan jelas. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Misalnya ketika seorang guru menerangkan pelajaran, walaupun seorang siswa sepertinya memperhatikan sambil mengangguk-anggukkan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan belajar. Mungkin mengangguk anggukkan kepala itu bukan karena ia memperhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru. Bisa jadi dia mengagumi cara guru berbicara, mengagumi penampilan guru, dan sebagainya. Siswa yang demikian pada hakikatnya tidak belajar. Sebaliknya ketika seorang siswa tampak mengantuk, menunduk, belum tentu ia tidak sedang belajar. Bisa jadi otak dan pikirannya sedang mencerna keterangan guru[4].

Makna behavior, adalah tingkah laku yang dilakukan baik oleh organisme, sistem, atau  identitas buatan dalam hubungannya dengan diri sendiri atau lingkungan mereka yang meliputi sistem lain atau organisme sekitar[5].

Teori belajar behavioristik adalah sebuah aliran dalam teori belajar yang sangat menekankan pada perlunya tingkah laku (behavior) yang dapat diamati, teori ini dicetuskan oleh Gagne dan Berliner.

Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar, Ini bisa dimaklumi karena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti anjing, burung merpati, tikus, dan kucing sebagai objek.  

Aliran ini juga lebih menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata[6].

Dan hal tersebut senada dengan Prof. DR. Suyono, M.Pd dan Drs. Haiyono, M.S, mereka sepakat bahwa peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-refleks sedemikian rupa, sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa
respon[7].

B.   Teori Behavioristik Dalam Pandangan Para Pakar
Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan lingkungan.

Teori belajar tingkah laku atau behavioristik didirikan dan dianut oleh beberapa ilmuwan. Diantaranya adalah Ivan Pavlov, Thorndike, Watson, dan Skinner. Berikut adalah sekilas riwayat hidup dan teori yang mereka kembangkan[8].

1. Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir di Ryazan, Rusia 26 September1849 dan wafat pada 27 Februari 1936. Dia adalah seorang dokter yang pernah meraih nobel dalam bidang fisiologi pada tahun 1909. Pada tahun 1927, Pavlov mengadakan percobaan pada anjing. Anjing akan mengeluarkan air liur jika melihat atau mencium bau makanan. Terlebih dahulu Pavlov membunyikan bel sebelum anjing diberi makanan. Pada percobaan berikutnya begitu mendengar bel, otomatis air liur anjing akan keluar walau belum melihat makanan.

Artinya, perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Makanan yang diberikan kepada anjing disebut perangsang tak bersyarat (unconditioned stimulus), sementara bel disebut perangsang bersyarat (conditioned stimulus). Baik terhadap perangsang bersyarat maupun tak bersyarat, anjing memberikan respon berupa keluarnya air liur (unconditioned response). Dari eksperimen ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan berulang-ulang dengan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku tersebut. Karena itu teori Pavlov dikenal dengan respondedconditioning atau teori classical conditioning. Menurut Pavlov, pengkondisian yang dilakukan pada anjing tersebut dapat juga berlaku pada manusia.

2. Edward Lee Thorndike
Tokoh yang dikenal sebagai “Father of modern educational psychology” ini adalah seorang Guru besar di Columbia University. Lahir di Massachusetts pada 31 Agustus 1874 dan wafat pada 9 Agustus 1949. Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respon (yang juga mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Dari pengertian ini, wujud tingkah laku tersebut bisa saja dapat diamati ataupun tidak dapat diamati. Thorndike melakukan percobaan pada seekor kucing yang dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang di dalamnya banyak labirin. Di ujung yang lain disediakan makanan. Maka kucing dengan membaui akan berusaha mencapai makanan tersebut walaupun dengan mencoba-coba dan kadang salah (trial and error). Namun dengan mencoba berkali-kali, suatu saat kucing tersebut akan langsung dapat menuju tempat makanan tanpa salah. Thorndike juga mengemukakan beberapa hukum tentang belajar sebagai berikut:

·         Hukum Kesiapan (Law of Readiness), yaitu keberhasilan belajar seseorang sangat bergantung dari ada atau tidaknya kesiapan.
·         Hukum Akibat (Law of Effect) yang implikasinya adalah apabila diharapkan agar seseorang akan mengulangi respon yang sama, maka diupayakan untuk menyenangkan dirinya, misalnya dengan hadiah atau pujian.
·         Hukum Latihan (Law of Exercise), yaitu bahwa hubungan stimulus dan respon akan semakin kuat apabila terus menerus dilatih dan diulang. Sebaliknya hubungan akan akan semakin lemah jika tidak pernah diulang. Maka makin sering pelajaran diulang, maka akan semakin dikuasailah pelajaran itu. Teori belajar Thorndike juga disebut sebagai aliran “connectionism[9].

3. John Broadus Watson
Psikolog asal Amerika Serikat ini adalah salah satu murid dari John Dewey. Lahir pada 9 Januari 1878 di South Carolina USA, dan meninggal di New York 25 September 1958. Tokoh ini lahir di tengah keluarga miskin, bahkan ibunya seorang pemabuk. Tapi semangat belajarnya luar biasa, sehingga pada usia 22 tahun sudah menulis buku tentang
Psikologi.

J.B. Watson adalah orang Amerika pertama yang menerapkan percobaan Pavlov tentang classical conditioning, dengan menggunakan binatang seekor tikus dan seorang anak bernama Albert. Watson percaya bahwa manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosional seperti cinta, kebencian, dan kemarahan. Watson pula yang menggunakan untuk pertama kali istilah behaviorisme.

Setelah mengadakan serangkaian eksperimen, Watson menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang diterima. Menurutnya, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu diketahui. Sebab menurut Watson, faktor-faktor yang tidak teramati tersebut tidak dapat menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Ia lebih memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur meskipun diakuinya bahwa itu penting.

4. Burrhus Frederic Skinner
B.F. Skinner adalah tokoh yang terkenal dengan teori Operant Conditioning. Bedanya dengan teori pengkondisian klasik dari Pavlov, kalau pada teori Pavlov yang diberi kondisi adalah stimulus(S)nya.

Maka pada Operant Conditioning yang diberi kondisi adalah respon (R). Misalnya, karena seorang anak belajar dengan giat maka dia mampu menjawab banyak, bahkan semua pertanyaan dalam ulangan. Lalu guru memberi penghargaan (sebagai penguatan terhadap respon) kepada anak tersebut dengan nilai tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini maka anak itu akan belajar lebih rajin lagi.

Skinner berpendapat, bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu diurutkan atau dipecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesifik.

Selanjutnya agar terbentuk pada tingkah laku yang diharapkan, pada setiap tingkah laku yang spesifik yang telah direspon, perlu diberi hadiah (reinforce) agar tingkah laku itu terusmenerus diulang, serta untuk memotivasi agar berlanjut kepada komponen tingkah laku selanjutnya sampai akhirnya pada pembentukan tingkah laku puncak yang diharapkan.

Sebagai seorang behavioris, kemunculan Skinner merupakan yang paling akhir. Dia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan lebih komprehensif. Objek penelitiannya yaitu seekor tikus dan burung merpati. Tapi karena konsepnya lebih unggul daripada tokoh sebelumnya dialah yang dianggap sebagai pengembang teori behaviorisme.

C.   Kelebihan dan Kekurangan
·        Kelebihan :
1.      Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi   belajar.
2.      Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3.      Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan.
4.      Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
5.      Mampu membentuk suatu perilaku yang didasari pada perilaku yang tampak.
6.      Dapat mengganti stimulus sampai yang diinginkan muncul.
7.      Pelajaran yang disusun secara hierarkis dengan tujuan untuk menghasilkan suatu yang konsisten pada bidang tertentu.
8.      Dengan melalui pelatihan dan pengulangan yang berkesinambungan dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa.
·         Kekurangan :
1.      Memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung, padahal belajar adalah kegiatan yang ada dalam sistem syaraf manusia yang tidak terlihat kecuali melalu gejalanya.
2.       Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti mesin atau robot, padahal manusia mempunyai kemampuan self control yang bersifat kognitif, sehingga, dengan kemampuan ini, manusia mampu menolak kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
3.      Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat sulit diterima, mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok antara hewan dan manusia.
4.      Konskuensi guru untuk menyusun bahan pelajaran yang sudah siap.
5.      Penggunaan hukuman tidak diterapkan karena dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
6.      Muncul sifat pasif,perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
7.      Pembelajaran siswa berpusat pada guru (teacher center learning).
8.      Penerapan yang salah dalam pembelajaran dapat mengakibatkan proses pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa.

Terlepas dari kelemahan dan kekuatan teori belajar behavioristik ini, harus diakui bahwa teori ini relatif sederhana dan mudah dipahami karena hanya berkisar sekitar perilaku yang dapat diamati dan dapat menggambarkan beberapa macam hukum perilaku.

D.     Penerapan Teori Belajar Behavioristik
Penerapan teori belajar ini dalam kegiatan pembelajaran di kelas tergantung dari beberapa hal. Diantaranya adalah tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajar, media, dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersusun secara rapi, sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan. Sementara mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Jadi pembelajar diharapkan mendapat pengetahuan yang sama dari orang yang mengajar. Pola berpikir utama siswa adalah copy-paste terhadap yang diajarkan guru.

Metode ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah pembelajaran percakapan bahasa asing, keterampilan menggunakan komputer, pelajaran olah raga, kursus keterampilan, dan sebagainya.

Teori ini juga cocok untuk diterapkan di kelas kanak-kanak yang masih membutuhkan dominasi orang dewasa. Dimana mereka harus banyak mengulang dan dibiasakan, suka menirukan, dan bersemangat dengan bentuk-bentuk penghargaan seperti pujian, maupun dengan benda-benda seperti permen, coklat, alat-alat tulis, dan sebagainya[10]. Para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa pembelajaran menurut konsep behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok, yaitu:

·          Tahap akuisisi atau tahap perolehan pengetahuan. Dalam fase ini siswa belajar tentang informasi baru.
·          Tahap retensi, yaitu fase dimana informasi atau keterampilan baru dipraktikkan sehingga siswa dapat mengingatnya selama periode tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpanan (storage stage), artinya hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa yang akan datang.
·          Tahap transfer. Ada kalanya gagasan yang disimpan dalam memori sulit diingat kembali saat akan digunakan di masa depan. Untuk itu, kemampuan mengingat kembali informasi dan mentransferkannya dalam pembelajaran yang baru memang memerlukan strategi yang bermacam-macam. Namun yang paling utama adalah ingatan terhadap informasi yang valid.

Teori ini sering diterapkan oleh guru ataupun lembaga pendidikan yang menyukai pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) terhadap perilaku siswa. Pondok-pondok modern seperti Al-Amien, Gontor, dan semacamnya sedikit banyak menerapkan teori ini dalam pelaksanaan beberapa program pendidikannya.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setelah dicermati dan diketahui, akhirnya penulis menemukan beberapa hal penting yang dapat dijadikan sebagai suatu kesimpulan dalam isi makalah ini, antara lain ;

1.      Teori belajar behavioristik adalah sebuah aliran dalam teori belajar yang sangat menekankan pada perlunya tingkah laku (behavior) yang dapat diamati, teori ini dicetuskan oleh Gagne dan Berliner.
2.      Dari pandangan-pandangan yang telah dikemukakan oleh para pakar teori belajar yang menganut aliran behavioristik diatas, dapat disimpulkan bahwa pendapat yang dikemukakan oleh Skinner merupakan pendapat yang kuat. Sebab kemunculan Skinner merupakan yang paling akhir, sehingga ia bisa melengkapi kekurangan dari pendapat-pendapat sebelumnya. Dalam pendapatnya ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan lebih komprehensif. Objek penelitiannya yaitu seekor tikus dan burung merpati. Sebab konsepnya lebih unggul daripada tokoh sebelumnya, maka dialah yang dianggap sebagai pengembang teori behaviorisme.
3.      Teori ini memiliki dua sisi, yakni sisi kelebihan dan sisi kekurangan, maka tugas kita sebagai pelaku belajar dan pembelajaran adalah mengambil dan mempelajari sisi kelebihan dari teori ini, dan melengkapi serta memperbaiki sisi kekurangan dari teori behavioristik inki.
4.      Penerapan teori belajar ini dalam kegiatan pembelajaran di kelas tergantung dari beberapa hal. Diantaranya adalah tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajar, media, dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.


  
DAFTAR PUSTAKA



[1] Sumber : www.wikipedia.org/wiki/teori. Diakses : Sabtu, 22-10-16. Pada pukul : 23.53.WIB
[2] Dr. Mulyono, M.A.(2012), Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global, UIN-Maliki Press, Malang, hlm. 12
[3] Dra. Eveline Siregar, M.Pd dan Hartini Nara, M,Si (2010), Teori Belajar dan Pembelajaran, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 4

[4]Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd (2013), Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Kencana. hlm. 236
[5] Sumber : www.wikipedia.org/wiki/behavior. Diakses : Sabtu, 22-10-16. Pada pukul : 23.51.WIB
[6]M. Thobroni. 2016. Belajar & Pembelajaran Teori dan Praktik. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Cet. 2    
[7] Prof. DR. Suyono, M.Pd dan Drs. Hariyanto, M.S. (2011), Op. Cit., hlm. 59
[8] Sumber : http://ejournal.kopertais4.or.id. Diakses : Sabtu 22-10-2016. Pada pukul : 22.45.WIB
[9] Dra. Eveline Siregar, M.Pd dan Hartini Nara, M,Si (2010), Op. Cit., hlm 28
[10] Sumber : www.belajarpsikologi.com. Diaksep : Sabtu, 23-10-16. Pada Pukul : 23.45.WIB

Komentar

  1. mohon maaf, tapi daftar pustaka anda bersalahan menurut pandangan saya. Mohon diedit kembali.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH Makalah Ulumul Qur'an (TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIR RA’YI)

CONTOH Makalah PKN (POLITIK DAN DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA)